Acara Ngulapin ring Segara, Ngangget Don Bingin, Ngajum Puspa lan Ngekeb

Anggara 01 November 2022

Acara Ngulapin ring Segara, Ngangget Don Bingin, Ngajum Puspa lan Ngekeb



Dalam agama Hindu penghormatan kepada leluhur sangatlah kental dilaksanakan, maka dari itu sebelum mamukur leluhur yang telah meninggal belum bisa berstana di rumah masing-masing barulah setelah mamukur roh leluhur yang telah meninggal distanakan.



Ngulapin ini adalah proses memanggil roh untuk diajak pulang ke rumah untuk disucikan. Sekarang ini namanya atma wedana yakni roh disucikan. Ini adalah prosesi awal dari memukur,”



Adapun setelah prosesi ngulapin ke segara ini akan dilanjutkan dengan upacara ngangget don bingin pada sore harinya.


 



Pohon beringin sering dikatakan sebagai tanaman surga. Pohon beringin secara umum tumbuh dikawasan-kawasan yang diyakini memiliki nilai kesucian oleh masyarakat Bali seperti lingkungan pura dan kuburan. dibalik semua itu, bagi masyarakat Hindu, pohon beringin mempunyai arti penting.



Upacāra Ngangget don bingin ini berupa prosesi (mapeed/iring-iringan) menuju lokasi pohon beringin yang dituju, diawali dengan tedung agung, mamas, bandrang dan lain-lain, sebagai alas daun yang dipetik adalah tikar kalasa yang di atasnya ditempatkan kain putih .



Upacara ngangget don bingin atau memetik daun beringin merupakan rangkaian upacara memukur dalam Atma Wedana. Daun beringin dipetik dengan galah menggunakan pisau khusus diujungnya dan beberapa orang menunggu dibawa dengan tikar kelesa yang ditutupi kain kasa putih. Daun beringin ini nanti dibentuk sedemikian rupa seperti tumpeng dengan hiasan prerai (wajah) dan ukiran lainnya yang merupakan lambang roh. Ada yang unik dalam prosesi ini karena daun beringin yang jatuh dan diambil disesuaikan dengan jenis kelamin roh yang dilakukan upacara. Jika daun beringin tengadah itu lambang perempuan dengan jumlah 9 tusukan berisi 3 lembar daun beringin dan jika telungkup itu lambang laki-laki dengan jumlah 11 tusukan berisi 3 lembar daun beringin.



Ngajum Sekah adalah membuat simbol Panca Tan Matra dalam bentuk puspa lingga sarira sebagai rangkaian upacara Nyekah setelah dilakukan ngangget don bingin yang bertujuan untuk membuat Lingga Sarira, kembaran identik dari badan fisik kita dengan membuat simbol Panca Tan Matra yang disebut dalam upacara yadnya, sebagai Puspa Lingga.



Upacaranya dilakukan sebagaimana disebutkan dalam kutipan makna upacara mamukur & mapandes dalam artikel blog Pinandita Sanggraha Nusantara,

Ngajum ini dilakukan setelah daun beringin tiba di tempat upacāra, maka untuk masing-masing perwujudan roh/atman, dipilih sebanyak 108 lembar, ditusuk dan dirangkai sedemikian rupa kemudian disebut sekah. 




Ngajum Puspa Lingga itu pada hakekatnya adalah mewujudkan Puspa dengan cara melakukan pujian-pujian kepada Sang Pitara yang tiada lain adalah Sang Siwatma sendiri.Pujian itu adalah doa-doa agar Sang Pitara yang akan diupacarai menjadi bangkit kesucianya untuk berstana di Puspa atau Sekah yang buat.Doa pujaan itulah sesungguhnya sebagai stana Sang Siwatma atau Lingga  itu sebagai sarana mengantarkan Sang Pitara yang diupacarai mencapai alam Dewa.Adapun bahan-bahan Puspa Lingga itu adalah Bambu Gading sepanjang satu asta Linjong.,bunga sulasih,menori putih,ratna putih,tunjung putih,pelawa dan bunga kelapa yang disebut “bangsah nyuh”. Daun beringin yang  di angget melalui upacara tadi,daun menori,padi bebek,menyan astanggi,buah pala,canang tampinan,uang 11 kepeng,33 kepeng atau 66 kepeng.Pererainya dari kayu cendana atau mukanya menggunakan kara wista.Tungked Sekah sedapat mungkin menggunakan kayu “aa” dengan panjang satu asta.Di puncaknya diikat dengan lalang sehet mingmang dan tali benang Tridhatu.Benang Tridhatu itu adalah tiga helai benang dengan warna putih,merah dan hitam disatukan terus diikatkan diujung Tungked Sekah tersebut.Puspa Lingga di wujudkan disebuah bokor selaka berisi beras dan uang kepeng 254 kepeng,canang tampinan dan dialasi dengan kekasang. Kekasang itu adalah selembar kain lebih lebar dari sapu tangan yang dihiasi dengan perada sebagai alas Sekah atau Puspa Linga.Semua bahan-bahan tersebut dirangkai sehingga membentuk kerucut yang memanjang serta diujungnya dihiasi dengan bunga emas dan bunga-bunga lainya. Didalam Sekah itu lah distanakan prerai dan pipil nama orang yang akan diupacarai.Pipil itu adalah sepotong daun lontar ditulisi nama orang yang akan di upacarai.Umumnya nama orang yang diupacarai itu ditulis dengan aksara Bali.Demikian prosesi upacara Ngajum Puspa Lingga atau Ngajum Sekah. Setelah Puspa Lingga itu selesai terus distanakan di Sanggar  sejenis Sanggar Tawang yang khusus untuk menstanakan Puspa Lingga. Setelah itu dilanjutkan dengan Nyukat Karang (bumi) dengan puja Pandita dilaksanakan di muka Sanggar Tawang diukur panjang dan lebarnya sama atau berbentuk segi empat. Upacara Nyukat Karang ini adalah simbol untuk memproyeksikan Bhuwana Agung diareal yang sudah diupacarai Bumi Sudha. Karena dari Bhuwana Agung inilah Sang Pitara menuju alam Sorga yaitu alamnya para Dewa.

























































































































Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Acara Ngulapin ring Segara, Ngangget Don Bingin, Ngajum Puspa lan Ngekeb"

Post a Comment